Saat ini kata pahlawan tidak hanya ditujukan bagi orang yang telah menumpahkan darahnya bagi negara saja tapi diberikan juga untuk orang yang telah berjasa terhadap tanah air. Maka kita mengenal istilah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, juga Pahlawan Devisa.

Kita lihat betapa berjasanya para TKI setelah menteri Jacob Nuwa Wea mengeluarkan kebijaksanaan penghentian penempatan TKI informal ke luar negeri sejak Februari 2004. Hal ini menimbulkan dampak ekonomi yang tidak bisa disepelekan karena PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) mengalami kerugian sebesar 158,8 milyar perbulan. Kerugian lain dialami pula di sektor penerbangan, poliklinik, asuransi, pendapatan pemerintah daerah non pajak, pembuatan paspor dan sebagainya.
Setiap tahun sumbangan TKI yang dikirim kepada keluarganya mencapai angka 3 trilyun. TKI asal Jawa Timur saja selama tahun 2001 sumbangannya mencapai 1,3 trilyun, bandingkan dengan anggaran DPRD Jatim yang berkisar 2,464 trilyun.
Jasa dan pengorbanan yang telah diberikan oleh pahlawan kita ini sayangnya tidak dibarengi dengan penghargaan yang setimpal dari pemerintah. Mereka kurang mendapat perhatian khususnya dari pemerintah. Para TKI tidak mendapatkan perlindungan dari sejak proses perekrutan, selama bekerja hingga datang kembali ke tanah air.
Mengenai penderitaan para TKW Indonesia di luar negeri mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Banyak TKW yang bekerja 18 jam sehari, 7 hari kerja dengan gaji 0,25 dolar US atau sekitar Rp. 2.250/jam, ada juga yang bergaji Rp.7500/hari walaupun telah bekerja selama 5 tahun, malah tidak sedikit yang tidak menerima gaji sama sekali. TKI kita banyak yang dilecehkan, disiksa, dinodai malah ada yang sampai meninggal. Penderitaan juga terjadi pada saat mereka tiba di tanah air, tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban pemerasan calo dan petugas bandara, malah pemulangan TKI ilegal dijadikan proyek oleh berbagai pihak.
Nasib pahlawan devisa kita ternyata tidak seperti nasib counterpart-nya di Filipina. Perhatian pemerintah Filipina terhadap warganya yang bekerja di luar negeri baru terjadi sejak thn 1995. Ketika itu Fidel Ramos berusaha meminta pemerintah Singapura untuk menangguhkan eksekusi bagi Flor Contemplation yang didakwa telah melakukan pembunuhan terhadap anak kecil. Ketidakmampuan pemerintah untuk penangguhan itu telah membuat marah rakyat Filipina, maka sejak itu rakyat Filipina giat membentuk LSM-LSM yang bekerja sama dengan LSM negara-negara di mana banyak warga Filipina bekerja. Usaha ini membuahkan hasil.
Sebenarnya sudah ada usaha untuk perbaikan kondisi TKI, seperti dibentuk berbagai lembaga untuk proteksi perlindungan TKI di luar negeri, konsorsium asuransi dan juga peningkatan keterampilan TKI, namun tetap saja belum menghasilkan hasil yang signifikan. Apakah karena tidak adanya kesungguhan dari semua pihak?
Mungkin kurangnya dukungan rakyat jugalah yang menyebabkan nasib pahlawan kita yang kerja di luar masih menyedihkan. Apakah kita harus rela mengatakan bahwa rakyat Filipina jauh lebih peka terhadap nasib saudara setanah airnya dibanding kita?dimana kah hati nurani para majikan,,,,, ????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar